Ga kerasa, besok sudah mulai masuk sekolah lagi. Kembali dengan rumus-rumus njelimet yang bikin rambutku tambah keriting. Pufft, serasa mau pinjem mesin waktu Doraemon supaya liburan seminggu semalem terulang lagi. Haha.
By the way, bukan itu yang mau ku bahas kali ini. Lihat judul di atas? Yup, psycho! Kecanduan ku terhadap thriller movie membuat ku mampu berpikir lebih jauh tentang para psycho yang sebenarnya berkeliaran di luar sana.
Karena aku lagi males banget buka Wikipedia yang isi nya bahkan terkadang melenceng dan sebenarnya butuh verifikasi itu, aku akan menyampaikan pendapatku saja kenapa beberapa orang memilih jadi psycho.
Pertama, karena trauma masa lalu. Sedikit menyinggung teori sosiologi, seorang ahli mengemukakan sebuah teori pembentukan kepribadian yang disebut tabula rasa. Saat manusia baru saja lahir, dia diibaratkan sebagai kertas putih tanpa noda dan cela. Seiring waktu berjalan, si manusia tadi akan memperoleh pengalaman-pengalaman baru yang membuat kertas putih tadi terisi oleh hitam, merah, biru dan sebagainya. Nah, warna-warna atau pengalaman-pengalaman inilah yang akan membentuk si manusia tadi untuk menemukan jati dirinya. Untuk kasus para psycho, bisa jadi pengalaman yang membentuk mereka adalah pengalaman buruk dan belum bisa diterima oleh akal mereka yang masih di bawah rata-rata.
Kedua, karena kebencian yang berlebihan. Kalo ini sih sudah menjadi alasan umum. Para psycho biasanya adalah orang-orang yang yang tidak mampu mengendalikan emosi yang ada dalam jiwa mereka. Mereka tidak mampu berpikir dengan logika dan mengedepankan apa yang basic instinct mereka katakan. Bisa jadi, karena melihat kenyataan yang ada tidak sesuai, mereka berusaha membuat keadaan dimana tidak seorang pun yang bisa bahagia sementara mereka menderita.
Ketiga, bisa jadi sebenarnya psycho yang sesungguhnya itu adalah mereka yang mahir membohongi orang lain atau menjadi seseorang yang sama sekali bukan diri mereka sendiri. Kalian pernah nonton "Orphan"? Pembunuhnya, Esther, mahir sekali mengelabui orang-orang di sekitarnya sehingga menganggap si Esther ini hanyalah gadis imut manis lucu berumur 9 tahun. Bahkan dia berhasil membohongi seorang psikolog ternama! Ternyata oh ternyata, Esther adalah wanita dewasa berumur kalo ga salah 30 tahun. Dia menderita gangguan hormon dan membuat tubuhnya terlihat seperti anak kecil. Jadi, waspadalah terhadap lingkungan sekitarmu. Teknologi yang berlimpah bukanlah jaminan kau akan selamat dari para psycho yang sebenarnya mengintai dimanapun dan kapanpun. Dunia bukanlah lagi tempat aman untuk bersembunyi.
At least but not last, beberapa thriller movie yang ku tonton benar-benar membuatku gemas. Si korban malah lari ke tempat sepi daripada ke tempat ramai seperti jalan raya. Ini beberapa tips kalo ternyata kamu benar-benar bertemu dengan si psycho ini.
Jangan pernah lari ke tempat sepi. Jika ternyata kau memang ada di tempat sepi, ingat-ingat kemana arah jalan raya atau tempat ramai lainnya.
Jangan panik. Panik hanya membuat keadaan bertambah parah. Jangan berteriak meraung-raung memintanya untuk tidak membunuhmu atau bertanya apa kesalahanmu, kau hanya akan menyiram bensin pada api dan memacu bom dalam dirinya untuk lebih cepat meledak. Tidak akan ada gunanya. Tetap pertahankan akal sehatmu. Seorang psycho selalu menganggap dirinya pintar daripada siapapun. Padahal, hal ini semata-mata karena yang terancam bukanlah dirinya, melainkan kamu.
Well, hanya itu yang bisa ku posting untuk saat ini. Thanks for reading. Semoga bermanfaat... ^^
0 comments:
Post a Comment